Oleh : AH. Mansur, SE. M.Pd.I
(Bagian Ketiga)
إقرأ باسم ربك الذى خلق # خلق
الإنسان من علق # إقرأ وربك الأكرم # الذى علم بالقلم # علم الإنسان مالم يعلم
Artinya ; Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya (al-‘Alaq : 1-5).
HAKEKAT MEMBACA
Sejatinya
membaca itu dapat ditempuh melalui dua proses. Pertama; melalui
ayat – ayat qauliyah. Yaitu proses memahami ayat – ayat teks al-Qur’an dengan
cara membaca dan kemudian menafsirkan maknanya. Di masjid al-Haram – Makkah,
para hamba Allah membaca kitab suci al-Qur’an, sebagian dengan tanpa suara,
sebagian lagi dengan suara pelan dan sebagian lagi dengan suara yang lumayan
keras. Di pojok – pojok masjid beberapa syech membuat halaqah dengan pelajaran
tafsir al-Qur’an. Sebagian muktamirin mendengarkan ayat – ayat suci al-Qur’an
melalui earphone di sela – sela menunggu qiyamul lail pada jam 1:00 malam.
Termasuk mendengarkan ayat yang dilantunkan oleh Syech Abdurahman as-Sudais
pada setiap rakaat taraweh, juga merupakan bentuk membaca ayat – ayat Allah. Kedua
; melalui ayat – ayat kauniyah. Yaitu proses memahami ayat – ayat Allah yang
kasat mata, yang bisa disaksikan dan dirasakan oleh indra. Mencoba menangkap
langsung kemahabesaran Allah dengan melihat ritme gerak manusia yang tiada
henti keluar dan masuk masjid al-Haram dan tiada lengang sedikitpun. Mencoba
mencerna kemaha-kuasaan Allah dengan menyaksikan air zam-zam yang tidak pernah berkurang
walaupun diminum dan bahkan diambil ribuan gallon perjam oleh jutaan jamaah
umroh. Mencoba memperhatikan pohon kurma yang tumbuh subur di tanah gersang nan
tandus, kambing dan unta yang tetap hidup dan berkembang di tengah padang
sahara. Mencoba melihat kebesaran Allah yang menjadikan orang – orang Arab kaya
raya di tengah gurun tandus dan bebukitan nan gersang. Berusaha meyakini
kemaha-agungan Allah dengan melihat jutaan hamba Allah yang mengepung masjid
al-Haram pada malam-malam lailatul qodar, dari dalam masjid sampai meluap
kurang lebih satu kilometer ke arah Misfalah, satu kilometer ke arah Ja’fariyah
dan satu kilometer ke arah Haffair. Mencoba melihat keajaiban – keajaiban yang
dipertontonkan Allah di tanah haramnya. Tanah, dimana Nabi Adam dipertemukan
dengan Siti Hawa, negeri dimana Nabi Ismail dan Ibrahim membangun ka’bah,
negeri dimana Nabi Muhammad dilahirkan dan mengemban risalah kenabian.
HAKEKAT
BERGERAK
Bergerak
kita coba definisikan sebagai suatu gerakan anggota badan (taharrukul jawariihi)
dalam rangka beribadah kepada Allah Swt. Penulis memulainya dari pelaksanaan
umroh. Ketika setiap hamba Allah dengan pakaian ihramnya mengambil miqat di
masjid Bir Ali, melaksanakan shalat dua rakaat dan menjatuhkan niat “ nawaitul
umrota wa ahramtu biha. Labbaikallahumma umratan”. Niat saya umrah dan saya
berpakaian ihram karenanya. Ya Allah, saya memenuhi seruan-Mu dengan
melaksanakan umrah.
Dalam
umrah, ketika seseorang telah menjatuhkan niat, maka berlaku pendidikan Allah,
berlaku aturan dan norma-norma Allah, yaitu ; tidak boleh berhubungan intim,
tidak boleh mengeluarkan darah apapun, tidak boleh membunuh binatang, tidak
boleh mencabut pohon, tidak boleh bercelana dalam, tidak boleh meminang dan
kawin, tidak boleh bertengkar dan lain-lain. Melaksanakan umroh sesungguhnya
merupakan pendidikan tazkiyatun nafs (penyucian diri) sebelum memasuki
masjid al-Haramnya Allah. Hakekat bergerak terus berlangsung dari masjid Bir
Ali menuju Makkah. Di Makkah terus mengalir dalam tawaf, setelah tawaf terus
mengalir dalam sa’ie, sampai ke puncak pelaksanaan umroh, yakni tahallul. Hakekat
bergerak terus saja berlangsung kepada diri yang mencari tempat shalat di dalam
masjid al-Haram. Hakekat bergerak juga dilakukan oleh segelombang orang dari
arah Misfalah, yang dilakukan juga oleh segelombang manusia dari arah
Ja’fariyah dan segelombang manusia dari arah Haffair. Semuanya Nampak bergerak
mencari Tuhannya.
Bergerak
adalah aktivitas jasmani dalam rangka membantu aktivitas ruhani menemukan apa
yang dikejarnya, men-fasilitasi ruhani menemukan apa yang dicarinya dan
menolong ruhani mencari apa yang diharapkannya. Bergerak adalah mobilitas pacu
jantung dan aliran darah ke seluruh tubuh. Bergerak adalah bangun dari tidur,
berdiri, melangkah, ambil air wudlu dan melaksanakan ibadah. Bergerak adalah
berbuat kebaikan. Bergerak adalah usaha-usaha membantu orang lain mencapai
kebahagiaan. Bergerak adalah optimesme diri untuk membangun kehidupan duniawi
dan ukhrowi yang lebih baik. Dan bergerak adalah orang yang tiada henti mencari
keuntungan, sebagaimana sabda Nabi ;
“ Orang
yang beruntung adalah orang yang harinya lebih baik dari hari kemarin”
Semua
kegiatan bergerak yang terjadi di masjid Haramnya Allah. Baik segelombang
manusia yang sedang berusaha masuk ke dalam melalui seluruh pintu masjid, atau
segelombang manusia yang sedang berusaha keluar dari pintu yang sama, atau
segelombang manusia yang sedang bertawaf dan segelombang manusia yang sedang
ber-sa’ie, spontan berhenti, diam dan tidak bersuara tatkala iqomah
dikumandangkan. Seakan –akan iqomah menjadi aba-aba untuk berhenti dari
bergerak ke diam. Sesaat setelah itu, imam shalat ; DR. Abdurahman as-Sudais,
melantunkan ayat – ayat suci al-Quran dengan sangat khusyuk, mengalun merdu,
melambungkan semua emosi cinta ke tangga – tangga langit, menuju ke baitul
makmur, menuju ke arsy dan menuju ke makrifatullah.
Semua
orang terdiam dengan tangan disedekapkan di dada. Mulut komat – kamit memuja
Allah. Konsentrasi fikiran mencoba membangun kontak dengan kemaha-besaran
Allah. Allahu Akbar…..! Ada usaha keras para hamba menyatukan oleh karya, olah
daya, olah rasa dan olah cipta. Mencoba mensinergikan apa yang diucapkan
dimulut dengan apa yang terbangun di pikiran dan apa yang diimani di hati. Ini
terus dilakukan secara konsisten dalam semua gerakan shalat.
Dalam
keadaan berdiri semua hamba bertawajjuh ke satu titik kiblat. Dari shaf yang
ada di lingkaran paling depan sampai shaf yang berada di jalan-jalan arah
Misfalah, Ja’faiyah dan Haffair. Semuanya berbentuk huruf ‘O’ mengitari ka’bah
laksana gelombang suara. Semuanya beriltizam dengan satu kalimat “ inni
wajjahtu wajhiya lilladzi fatoros samawati wal ardl, hanifam muslimau wama ana
minal musyrikin”. Kemudian dilanjutkan dengan kalimat penyerahan diri
sebagai bentuk totalitas pengakuan akan kemaha-besaran Allah dan bentuk
pengakuan akan kelemahan diri, yakni kalimat ; “inna shalati wa nusuki
wamahyaya wamamati lillahi robbil ‘alamin”. Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidup dan matiku, kuserahkan hanya pada Tuhan semesta alam.
Dalam
keadaan rukuk semua hamba bertasbih memuji kemaha-agungan Allah sembari
membungkukkan badannya 45 derajat, dari punggung lurus ke kepala, dan mata
lurus memandang bumi tempat sujud. Ada wujud pengakuan dan kepasrahan yang
dalam dari seorang hamba kepada khaliqnya. Ada sebentuk harapan agar Tuhan
mengasihi, mencintainya, memberkahi hidupnya, membimbingnya dan mengarahkannya
ke kehidupan yang sa’adah di dunia dan akhirat.
Dalam
sujud semua hamba bertasbih memuji kemaha-tinggian Allah. Melepaskan semua ego
dan nafsu hewani manusia larut dan tenggelam dalam lautan tobat penyesalan,
luruh dalam kesadaran akan kelemahan dan lebur dalam samudra pengakuan akan
kemaha-tinggian Allah. Dalam sujud hilang kebanggan seorag hamba terhadap harta
dan jabatan. Dalam sujud sirna semua keangkuhan dan kesombongan. Dalam sujud
fana semua status sosial semisal Presiden, Gubernur, Bupati, Ketua DPR/MPR,
Konglomerat, pengusaha dan lain-lain. Dalam sujud lenyap semua milik manusia
dan muncul pengakuan terhadap kemaha-kayaannya Allah. Muncul pengakuan bahwa
yang berhak sombong itu Allah, yang berhak kaya itu Allah, yang berhak
membanggakan diri hanyalah Allah. Dalam sujud hanya ada Allah!
Semoga……………………..!
Penulis
adalah Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Azhaar Lubuklinggau dan
kandidat Doktor Pendidikan Islam pada Sekolah Pascasarjana Universitas Ibn
Khaldun Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar