Kamis, 07 November 2013

DETIK-DETIK MENUNGGU LAILATUL QODAR


HAKEKAT MEMBACA, BERGERAK DAN DIAM
Oleh     : AH. Mansur, SE. M.Pd.I
(Bagian Ketiga)



   إقرأ باسم ربك الذى خلق  #  خلق الإنسان من علق #  إقرأ وربك الأكرم #  الذى علم بالقلم  # علم الإنسان مالم يعلم


Artinya ; Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (al-Alaq : 1-5).


HAKEKAT MEMBACA

Sejatinya membaca itu dapat ditempuh melalui dua proses. Pertama; melalui ayat – ayat qauliyah. Yaitu proses memahami ayat – ayat teks al-Qur’an dengan cara membaca dan kemudian menafsirkan maknanya. Di masjid al-Haram – Makkah, para hamba Allah membaca kitab suci al-Qur’an, sebagian dengan tanpa suara, sebagian lagi dengan suara pelan dan sebagian lagi dengan suara yang lumayan keras. Di pojok – pojok masjid beberapa syech membuat halaqah dengan pelajaran tafsir al-Qur’an. Sebagian muktamirin mendengarkan ayat – ayat suci al-Qur’an melalui earphone di sela – sela menunggu qiyamul lail pada jam 1:00 malam. Termasuk mendengarkan ayat yang dilantunkan oleh Syech Abdurahman as-Sudais pada setiap rakaat taraweh, juga merupakan bentuk membaca ayat – ayat Allah. Kedua ; melalui ayat – ayat kauniyah. Yaitu proses memahami ayat – ayat Allah yang kasat mata, yang bisa disaksikan dan dirasakan oleh indra. Mencoba menangkap langsung kemahabesaran Allah dengan melihat ritme gerak manusia yang tiada henti keluar dan masuk masjid al-Haram dan tiada lengang sedikitpun. Mencoba mencerna kemaha-kuasaan Allah dengan menyaksikan air zam-zam yang tidak pernah berkurang walaupun diminum dan bahkan diambil ribuan gallon perjam oleh jutaan jamaah umroh. Mencoba memperhatikan pohon kurma yang tumbuh subur di tanah gersang nan tandus, kambing dan unta yang tetap hidup dan berkembang di tengah padang sahara. Mencoba melihat kebesaran Allah yang menjadikan orang – orang Arab kaya raya di tengah gurun tandus dan bebukitan nan gersang. Berusaha meyakini kemaha-agungan Allah dengan melihat jutaan hamba Allah yang mengepung masjid al-Haram pada malam-malam lailatul qodar, dari dalam masjid sampai meluap kurang lebih satu kilometer ke arah Misfalah, satu kilometer ke arah Ja’fariyah dan satu kilometer ke arah Haffair. Mencoba melihat keajaiban – keajaiban yang dipertontonkan Allah di tanah haramnya. Tanah, dimana Nabi Adam dipertemukan dengan Siti Hawa, negeri dimana Nabi Ismail dan Ibrahim membangun ka’bah, negeri dimana Nabi Muhammad dilahirkan dan mengemban risalah kenabian.



HAKEKAT BERGERAK

Bergerak kita coba definisikan sebagai suatu gerakan anggota badan (taharrukul jawariihi) dalam rangka beribadah kepada Allah Swt. Penulis memulainya dari pelaksanaan umroh. Ketika setiap hamba Allah dengan pakaian ihramnya mengambil miqat di masjid Bir Ali, melaksanakan shalat dua rakaat dan menjatuhkan niat “ nawaitul umrota wa ahramtu biha. Labbaikallahumma umratan”. Niat saya umrah dan saya berpakaian ihram karenanya. Ya Allah, saya memenuhi seruan-Mu dengan melaksanakan umrah.

Dalam umrah, ketika seseorang telah menjatuhkan niat, maka berlaku pendidikan Allah, berlaku aturan dan norma-norma Allah, yaitu ; tidak boleh berhubungan intim, tidak boleh mengeluarkan darah apapun, tidak boleh membunuh binatang, tidak boleh mencabut pohon, tidak boleh bercelana dalam, tidak boleh meminang dan kawin, tidak boleh bertengkar dan lain-lain. Melaksanakan umroh sesungguhnya merupakan pendidikan tazkiyatun nafs (penyucian diri) sebelum memasuki masjid al-Haramnya Allah. Hakekat bergerak terus berlangsung dari masjid Bir Ali menuju Makkah. Di Makkah terus mengalir dalam tawaf, setelah tawaf terus mengalir dalam sa’ie, sampai ke puncak pelaksanaan umroh, yakni tahallul. Hakekat bergerak terus saja berlangsung kepada diri yang mencari tempat shalat di dalam masjid al-Haram. Hakekat bergerak juga dilakukan oleh segelombang orang dari arah Misfalah, yang dilakukan juga oleh segelombang manusia dari arah Ja’fariyah dan segelombang manusia dari arah Haffair. Semuanya Nampak bergerak mencari Tuhannya.

Bergerak adalah aktivitas jasmani dalam rangka membantu aktivitas ruhani menemukan apa yang dikejarnya, men-fasilitasi ruhani menemukan apa yang dicarinya dan menolong ruhani mencari apa yang diharapkannya. Bergerak adalah mobilitas pacu jantung dan aliran darah ke seluruh tubuh. Bergerak adalah bangun dari tidur, berdiri, melangkah, ambil air wudlu dan melaksanakan ibadah. Bergerak adalah berbuat kebaikan. Bergerak adalah usaha-usaha membantu orang lain mencapai kebahagiaan. Bergerak adalah optimesme diri untuk membangun kehidupan duniawi dan ukhrowi yang lebih baik. Dan bergerak adalah orang yang tiada henti mencari keuntungan, sebagaimana sabda Nabi ;

Orang yang beruntung adalah orang yang harinya lebih baik dari hari kemarin”

Semua kegiatan bergerak yang terjadi di masjid Haramnya Allah. Baik segelombang manusia yang sedang berusaha masuk ke dalam melalui seluruh pintu masjid, atau segelombang manusia yang sedang berusaha keluar dari pintu yang sama, atau segelombang manusia yang sedang bertawaf dan segelombang manusia yang sedang ber-sa’ie, spontan berhenti, diam dan tidak bersuara tatkala iqomah dikumandangkan. Seakan –akan iqomah menjadi aba-aba untuk berhenti dari bergerak ke diam. Sesaat setelah itu, imam shalat ; DR. Abdurahman as-Sudais, melantunkan ayat – ayat suci al-Quran dengan sangat khusyuk, mengalun merdu, melambungkan semua emosi cinta ke tangga – tangga langit, menuju ke baitul makmur, menuju ke arsy dan menuju ke makrifatullah.

Semua orang terdiam dengan tangan disedekapkan di dada. Mulut komat – kamit memuja Allah. Konsentrasi fikiran mencoba membangun kontak dengan kemaha-besaran Allah. Allahu Akbar…..! Ada usaha keras para hamba menyatukan oleh karya, olah daya, olah rasa dan olah cipta. Mencoba mensinergikan apa yang diucapkan dimulut dengan apa yang terbangun di pikiran dan apa yang diimani di hati. Ini terus dilakukan secara konsisten dalam semua gerakan shalat.

Dalam keadaan berdiri semua hamba bertawajjuh ke satu titik kiblat. Dari shaf yang ada di lingkaran paling depan sampai shaf yang berada di jalan-jalan arah Misfalah, Ja’faiyah dan Haffair. Semuanya berbentuk huruf ‘O’ mengitari ka’bah laksana gelombang suara. Semuanya beriltizam dengan satu kalimat “ inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatoros samawati wal ardl, hanifam muslimau wama ana minal musyrikin”. Kemudian dilanjutkan dengan kalimat penyerahan diri sebagai bentuk totalitas pengakuan akan kemaha-besaran Allah dan bentuk pengakuan akan kelemahan diri, yakni kalimat ; “inna shalati wa nusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil ‘alamin”. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, kuserahkan hanya pada Tuhan semesta alam.

Dalam keadaan rukuk semua hamba bertasbih memuji kemaha-agungan Allah sembari membungkukkan badannya 45 derajat, dari punggung lurus ke kepala, dan mata lurus memandang bumi tempat sujud. Ada wujud pengakuan dan kepasrahan yang dalam dari seorang hamba kepada khaliqnya. Ada sebentuk harapan agar Tuhan mengasihi, mencintainya, memberkahi hidupnya, membimbingnya dan mengarahkannya ke kehidupan yang sa’adah di dunia dan akhirat.

Dalam sujud semua hamba bertasbih memuji kemaha-tinggian Allah. Melepaskan semua ego dan nafsu hewani manusia larut dan tenggelam dalam lautan tobat penyesalan, luruh dalam kesadaran akan kelemahan dan lebur dalam samudra pengakuan akan kemaha-tinggian Allah. Dalam sujud hilang kebanggan seorag hamba terhadap harta dan jabatan. Dalam sujud sirna semua keangkuhan dan kesombongan. Dalam sujud fana semua status sosial semisal Presiden, Gubernur, Bupati, Ketua DPR/MPR, Konglomerat, pengusaha dan lain-lain. Dalam sujud lenyap semua milik manusia dan muncul pengakuan terhadap kemaha-kayaannya Allah. Muncul pengakuan bahwa yang berhak sombong itu Allah, yang berhak kaya itu Allah, yang berhak membanggakan diri hanyalah Allah. Dalam sujud hanya ada Allah!

Semoga……………………..!



Penulis adalah Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Azhaar Lubuklinggau dan kandidat Doktor Pendidikan Islam pada Sekolah Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar