KONSEP PENDIDIKAN DALAM AL-QUR`AN
Oleh: AH. Mansur, SE, M.Pd.I
Al-Qur'an merupakan firman Allah yang
selanjutnya dijadikan pedoman hidup (way of life) kaum muslim yang tidak
ada lagi keraguan di dalamnya. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip
dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat
dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa, kapanpun masanya dan
hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalahan
yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan.
Dalam al-Qur'an sendiri telah memberi isyarat
bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur'an dikaji lebih
mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang
selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka
membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam
al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; Menghormati akal
manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah).
Analisis pengantar tulisan kali ini mengupas
tentang pengertian pendidikan, istilah-istilah pendidikan dalam al-Qur'an,
hakikat dan prinsip dasar, serta analisis problem di dunia pendidikan Islam
terutama di Indonesia, bagaimana konsep ideal pendidikan Islam? dan bagaimana
realitas pendidikan Islam di Indonesia? serta bagaimana mewujudkan pendidikan
Islam yang bermutu?
Konsep Pendidikan dalam Al-qur’an
Istilah pendidikan bisa ditemukan dalam
al-Qur'an dengan istilah ‘at-Tarbiyah’, ‘at-Ta’lim’, dan ‘at-Ta’dhib’,
tetapi lebih banyak kita temukan dengan ungkapan kata ‘rabbi’, kata at-Tarbiyah
adalah bentuk masdar dari fi’il madhi rabba , yang mempunyai pengertian
yang sama dengan kata ‘rabb’ yang berarti nama Allah. Dalam al-Qur'an
tidak ditemukan kata ‘at-Tarbiyah’, tetapi ada istilah yang senada
dengan itu yaitu; ar-rabb, rabbayani, murabbi, rabbiyun, rabbani.
Sebaiknya dalam hadis digunakan istilah rabbani. Semua fonem tersebut
mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda.
Beberapa ahli tafsir berbeda pendapat dalam
mengartikan kata-kata di atas. Sebagaimana dikutip dari Ahmad Tafsir bahwa
pendidikan merupakan arti dari kata ‘Tarbiyah’ kata tersebut berasal
dari tiga kata yaitu; rabba-yarbu yang bertambah, tumbuh, dan ‘rabbiya-
yarbaa’ berarti menjadi besar, serta ‘rabba-yarubbu’ yang berarti
memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara.
Konferensi pendidikan Islam yang pertama tahun
1977, ternyata tidak berhasil menyusun definisi pendidikan yang dapat disepakati,
hal ini dikarenakan; 1) banyaknya jenis kegiatan yang dapat disebut sebagai
kegiatan pendidikan, 2) luasnya aspek yang dikaji oleh pendidikan.
Para ahli memberikan definisi at-Tarbiyah, bila diidentikan dengan ‘arrab’ sebagai berikut;
Para ahli memberikan definisi at-Tarbiyah, bila diidentikan dengan ‘arrab’ sebagai berikut;
Pertama, Menurut al-Qurtubi, bahwa; arti
‘ar-rabb adalah pemilik, tuan, maha memperbaiki, yang maha pengatur, yang maha
mengubah, dan yang maha menunaikan.
Kedua, Menurut Louis al-Ma’luf, ar-rabb berarti
tuan, pemilik, memperbaiki, perawatan, tambah dan mengumpulkan.
Ketiga, Menurut Fahrur Razi, ar-rabb
merupakan fonem yang seakar dengan al-Tarbiyah, yang mempunyai arti at-Tanwiyah
yang berarti (pertumbuhan dan perkembangan).
Keempat, al-Jauhari yang dikutip oleh al-Abrasy
memberi arti kata at-Tarbiyah dengan rabban dan rabba
dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh.
Dari pandangan beberapa pakar tafsir ini maka
kata dasar ar-rabb, yang mempunyai arti yang luas antara lain; memilki,
menguasai, mengatur, memelihara, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan dan berarti
pula mendidik.
Apabila pendidikan Islam diidentikkan dengan at-ta’lim,
para ahli memberikan pengertian sebagai berikut;
Pertama, Abdul Fattah Jalal, mendefinisikan at-ta’lim
sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab,
dan penanaman amanah, sehingga penyucian atau pembersihan manusia dari segala
kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan
untuk menerima al-hikmah serta mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan yang
tidak diketahuinya . At-ta’lim menyangkut aspek pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidup serta pedoman prilaku yang
baik. At-ta’lim merupakan proses yang terus menerus diusahakan semenjak
dilahirkan, sebab menusia dilahirkan tidak mengetahui apa-apa, tetapi dia
dibekali dengan berbagai potensi yang mempersiapkannya untuk meraih dan
memahami ilmu pengetahuan serta memanfaatkanya dalam kehidupan.
Kedua, Munurut Rasyid Ridho, at-ta’lim
adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa
adanya batasan dan ketentuan tertentu . Definisi ini berpijak pada firman Allah
al-Baqarah: 31
Artinya : “Dan dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para
malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
Rasyid Ridho memahami kata ‘allama’
Allah kepada Nabi Adam as, sebagai proses tranmisi yang dilakukan secara
bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan
Allah kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian at-ta’lim
lebih luas atau lebih umum sifatnya daripada istilah at-tarbiyah yang
khusus berlaku pada anak-anak. Hal ini karena at-ta’lim mencakup fase bayi,
anak-anak, remaja, dan orang dewasa, sedangkan at-tarbiyah, khusus
pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.
Ketiga, Sayed Muhammad an Naquid al-Atas,
mengartikan at-ta’lim disinonimkan dengan pengajaran tanpa adanya
pengenalan secara mendasar, namun bila at-ta’lim disinonimkan dengan
at-tarbiyah, at-ta’lim mempunyai arti pengenalan tempat segala sesuatu
dalam sebuah sistem.
Menurutnya ada hal yang membedakan antara at-tarbiyah
dengan at-ta’lim, yaitu ruang lingkup at-ta’lim lebih umum
daripada at-tarbiyah, karena at-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan
dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga at-tarbiyah
merupakan terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu
kepada segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari
wahyu.
Keempat, Pengunaan at-ta’dib, menurut
Naquib al-Attas lebih cocok untuk digunakan dalam
pendidikan Islam, konsep
inilah yang diajarkan oleh Rasul. At-ta’dib berarti pengenalan,
pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang
tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan
sedimikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan
dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaanya .
Kata ‘addaba’ yang juga berarti mendidik
dan kata ‘ta’dib’ yang berarti pendidikan adalah diambil dari hadits Nabi
“Tuhanku telah mendidikku dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang
terbaik”.
Kelima, Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy,
pengertian at-ta’lim berbeda dengan pendapat diatas, beliau mengatakan
bahwa; at-ta’lim lebih khusus dibandingkan dengan at-tarbiyah, karena
at-ta’lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada
aspek-aspek tertentu saja, sedangkan at-tarbiyah mencakuip keseluruhan
aspek-aspek pendidikan.
Masih lagi pengertian pendidikan Islam dari
berbagai tokoh pemikir Islam, tetapi cukuplah pendapat diatas untuk mewakili
pemahaman kita tentang konsep pendidikan Islam (al-Qur'an ). Konsep filosofis
pendidikan Islam adalah bersumber dari hablum min Allah (hubungan
dengan Allah) dan hablum min al-nas (hubungan dengan sesama
manusia) dan hablum min al-alam (hubungan dengan manusia dengan alam
sekitar) yang selanjutnya berkembang ke berbagai teori yang ada seperti
sekarang ini. Inprirasi dasar yaitu berasal dari al-Qur'an.
Setelah definisi dari beberapa pakar pendidikan
kita ketengahkan mengenai ‘term’ pendidikan menurut al-Qur`an, maka
pertanyaan kemudian apa tujuan pendidikan Islam, Tujuan yang dimaksudkan dalam
tulisan ini adalah suatu yang diharapakan tercapai setelah sesuatu kegiatan selesai
atau tujuan adalah cita, yakni suasana ideal itu nampak yang ingin diwujudkan.
Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir (ultimate
aims of education)
Tujuan pendidikan adalah perubahan yang
diharapkan pada subjek didik setelah mengalamai proses pendidikan, baik pada
tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan
alam sekitarnya dimana individu hidup, selain sebagai arah atau petunjuk dalam
pelaksanaan pendidikan, juga berfungsi sebagai pengontrol maupun mengevaluasi
keberhasilan proses pendidikan.
Sebagai pendidikan yang nota benenya Islam,
maka tentunya dalam merumuskan tujuan harus selaras dengan syari’at Islam.
Adapun rumusan tujuan pendidikan Islam yang disampaikan beberapa tokoh adalah
bisa diuraikan sebagai berikut;
Pertama, Ahmad D Marimba; tujuan pendidikan
Islam adalah; identik dengan tujuan hidup orang muslim. Tujuan hidup manusia
munurut Islam adalah untuk menjadi hamba allah. Hal ini mengandung implikasi
kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya.
Kedua, Dr. Ali Ashraf; ‘tujuan akhir pendidikan
Islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah pada
tingkat individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umunya”
Ketiga, Muhammad Athiyah al-Abrasy. “the
fist and highest goal of Islamic is moral refinment and spiritual, training”
(tujuan pertama dan tertinggi dari pendidikan Islam adalah kehalusan budi
pekerti dan pendidikan jiwa)”
Keempat, Syahminan Zaini; “Tujuan
Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat dan sehat dan
trampil, berotak cerdas dan berilmua banyak, berhati tunduk kepada Allah serta
mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan berpendirian
teguh”.
Dari berbagai pendapat tentang tujuan
pendidikan Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun
sebagai anggota masyarakat.
Setelah kita mengetahui apa tujuan pendidikan
menurut al-Qur`an, sekarang kita akan mengupas mengenai apa hakekat pendidikan
dalam al-Qur'an Hakekat atau nilai merupakan esensi yang melekat pada
sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Nilai bersifat praktis dan
efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif di dalam
masyrakat. Nilai ini merupakan suatu realita yang sah sebagai suatu cita-cita
yang benar dan berlawanan dengan cita-cita palsu yang bersifat khayal.
Dari beberapa pengertian diatas bisa ditarik
kesimpulan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah; proses transformasi dan
internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam pada peserta didik melalui
penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya untuk mencapai keseimbangan dan
kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Sehingga dapat dijabarkan pada enam
pokok pikiran hakekat pendidikan Islam yaitu;
Pertama, Proses tranformasi dan internalisasi,
yaitu upaya pendidikan Isla harus dilakukan secara berangsur-angsur, berjenjang
dan Istiqomah, penanaman nilai atau ilmu, pengarahan, pengajaran dan
pembimbingan kepada anak didik dilakukan secara terencana, sistematis dan
terstuktur dengan menggunakan pola, pendekatan dan metode/sistem tertentu.
Kedua, Kecintaan kepada Ilmu pengetahuan, yaitu
upaya yang diarahkan pada pemberian dan pengahayatan, pengamalan ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang bercirikhas
Islam, dengan disandarkan kepada peran dia sebagai khalifah fil ardhi
dengan pola hubungan dengan Allah (hablum min Allah), sesama manusia (hablum
minannas) dan hubungan dengan alam sekitas (hablum min al-alam).
Ketiga, Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah
nilai-nilai yang terkandung dalam praktek pendidikan harus mengandung nilai
Insaniah dan Ilahiyah. Yaitu: a) nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah
sebanyak 99 yang tertuang dalam “al Asmaul Husna” yakni nama-nama yang
indah yang sebenarnya karakter idealitas manusia yang selanjutnya disebut
fitrah, inilah yang harus dikembangkan. b) Nilai yang bersumber dari
hukum-hukum Allah, yang selanjutnya di dialogkan pada nilai insaniah. Nilai ini
merupakan nilai yang terpancar dari daya cipta, rasa dan karsa manusia yang
tumbuh sesuai dengan kebutuhan manusia.
Keempat, Pada diri peserta didik, maksudnya pendidikan
ini diberikian kepada peserta didik yang mempunyai potensi-potensi rohani.
Potensi ini memmungkinkan manusia untuk dididik dan selanjutnya juga bisa
mendidik.
Kelima, Melalui pertumbuhan dan pengembangan
potensi fitrahnya, tugas pokok pendidikan Islam adalah menumbuhkan,
mengembangkan, memelihara, dan menjaga potensi manusia, sehingga tercipta dan
terbentuklah kualitas generasi Islam yang cerdas, kreatif dan produktif.
Keenam, Menciptakan keseimbangan dan
kesempurnaan hidup, dengan kata lain ‘insan kamil’ yaitu manusia yang mampu
mengoptimalkan potensinya dan mampu menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan
rohani, dunia dan akherat. Proses pendidikan yang telah dijalani menjadikan
peserta didik bahagia dan sejahtera, berpredikat khalifah fil ardhi.
Prinsip diatas adalah pikiran idealitas
pendidikan Islam terutama di Indonesia, tetapi dalam mewujudkan cita-cita
tersebut banyak sekali permasalah yang telah menghambat pencapaian cita-cita
tersebut malah terkadang membelokkan tujuan utama dari pendidikan Islam.
Problem pendidikan Islam harus menjadi tanggung jawab bersama baik dari
pendidik, pemerintah, orang tua didik dan anak didik itu sendiri, jadi
kesadaran dari semua pihak sangatlah diharapkan.
Melengkapi uraian mengenai hakekat pendidikan
dalam al-Qur`an, kemudian akan dikupas mengenai apa saja prinsip-prinsip
Pendidikan Islam. Kata ‘prinsip’ adalah akar kata dari principia
yang diartikan sebagai permulaan, yang dengan suatu cara tertentu melahirkan
hal-hal lain, yang keberadaannya tergantung dari pemula itu’ . jadi kalau
berbicara mengenai prinsip pendidikan Islam, maka pelaksanaan pendidikan ini
telah digariskan oleh prinsip atau konsep dalam ajaran Islam. Prinsip-prinsip
tersebut adalah;
Pertama, Pendidikan Islam sebagai suatu proses
pengembangan diri, manusia adalah makhluk paedagogik, yaitu makhluk Allah yang
dapat dididik dan dapat mendidik. Potensi itu ada dengan adanya pemberian Allah
berupa akal-pikiran, perasaan, nurani, yang akan dijalani manusia baik sebgai
makhluk individu maupun sebagai makhluk yang bermasarakat. Potensi yang besar
tidak akan bisa kita manfaatkan jika kita tidak berusaha untuk mengaktifkan,
mengembangkan dan melatihnya. Hal itu membutuhkan sebuah proses yang akan
memakan waktu, tenaga bahkan biaya, tetapi mengingat potensi yang luar biasa
yang kita akan raih hal itu tidak ada artinya apa-apa. Jadi pendidikan adalah
proses untuk mengembangakan potensi diri.
Kedua, Pendidikan Islam; pendidikan yang bebas;
Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan berkehendak dan berbuat yang diberikan
Allah kepada manusia, kebebasan ini tentunya terikat dengan hukum syara’.
Kebebasan disini berarti manusia bebas memilih prosesnya masing-masing dari
prinsip ini seorang pendidik tidak bisa memaksa anak didik untuk menentukan
pilihan yang harus dijalani anak didik. Pendidik hanya mengarahkan kemana
potensi yang dominan yang bisa dikembangkan oleh peserta didik tersebut.
Ketiga, Pendidikan Islam penuh dengan nilai
insaniah dan ilahiyah; Agama Islam adalah sumber akhlak, kedudukan akhlak
sangatlah penting sebagai pelengkap dalam menjalankan fungsi kemanusiaan di
bumi. Pendidikan merupakan proses pembinaan akhlak pada jiwa. Meletakkan
nilai-nilai moral pada anak didik harus diutamakan. Nilai-nilai ketuhanan harus
dikedepankan, pendidikan Islam haruslah memperhatikan pendidikan akhlak atau
nilai dalam setiap pelajaran dari tingkat dasar sampai tingkat tertinggi dan
mengutamakan fadhilah dan sendi moral yang sempurna .
Keempat, Prinsip Keseimbangan hidup; Dalam
pendidikan Islam prinsip keseimbangan meliputi;
1.
Keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat
2.
Keseimbangan antara kebutuhan jasmanai dan
rohani
3.
Keseimbangan antara kepentingan individu dan
social
4.
Keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan amal.
Prinsip
ini telah ditegaskan dalam al-Qur'an (Al-Qashas;77);
“Dan carilah pada apa yang Telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan”
Kelima,
Prinsip persamaan; Kesempatan belajar dalam Islam sama antara laki-laki dan
perempuan, oleh karena itu kewajiban untuk menuntut ilmu juga sama. Sistem
pendidikan tidak mengenal perbedaan dan tidak membeda-bedakan latar belakang
orang itu jika dia mau menuntut ilmu. Semua punya potensi yang sama untuk di
didik dan punya kesempatan yang sama untuk memproses diri dalam pendidikan.
Keenam,
Prinsip seumur hidup, sepanjang masa; Pendidikan yang dianjurkan tidak mengenal
batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup manusia harusnya terdidik, mulai
dari lahir sampai ke liang lahat. Seluruh kehidupan kita digunakan sebagai
proses pendidikan, sebagai proses untuk menjadi hamba yang baik, menjadi insan
kamil.
Ketujuh,
Prinsip percaya pada diri sendiri; Orang telah kehilangan kepercayaan kepada
diri sendiri. Sebenarnya sudah mati sebelum mereka hidup, sebab tidak bisa
melihat dunia dengan potensi panca indranya sendiri. Manusia adalah makhluk
yang sempurna dengan berbekal akal, perasaan yang bisa dikembangkan. dengan
inilah harkat manusia lebih tinggi di banding makhluk lainya. Atau bahkan
karena akalnya pun manusia bisa unggul dari manusia satu dengan manusia lainya.
Hal
diatas merupakan konsep pendidikan Islam yang ideal, tetapi bagaimana realitas
pendidikan Islam sekarang? Problem pendidikan Nasional kita tidak bisa di
anggap pemasalahan yang ringan, prestasi pendidikan kita jauh tertinggal dari
bangsa-bangsa lain. Ketertinggalan pembanganan pendidikan Indonesia tercermin
dalam Human Development index Report (1999), yang menempatkan Indonesia
pada urutan ke-105 se-Asia Tenggara, sungguh prestasi yang tidak membanggakan.
Problem pendidikan kita adalah problem sistemik pendidikan artinya;
permasalahan menyangkut keseluruhan komponen pendidikan, mulai dari pemerintah
sebagai pengambil kebijakan sistem pendidikan nasional, manajerial pemerintah,
kompetensi guru/dosen, sarana-prasarana, kurikulum, dukungan masyarat dan lain
sebagainya. Oleh karena itu penangannya juga harus melibatkan berbagai pihak,
dan sudah seharusnya permasahan ini merupakan tanggung jawab kita bersama.
Paradigma Pendidikan Islam dan Pengembangannya
Bertolak
dari asumsi bahwa ‘life is education and education is life’ dalam arti
pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh proses hidup
dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan maka pendidikan Islam pada
dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup Islami, yang diharapakan
tercermin dalam sikap hidup dan keterampilan hidup orang Islam. Namun
pertanyaan selanjutnya; apa saja aspek-aspek kehidupan itu? Jawaban pertanyaan
ini setidaknya muncul bebarapa paradigma pengembangan pendidikan Islam yaitu:
pertama; paradigma Formisme; kedua; paradigma mekanisme dan ketiga paradigma organism;
Pertama;
paradigma Formisme; dalam paradigma ini aspek kehidupan dipandang dengan sangat
sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi atau district. Segala sesuatu
hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan seperti; laki-laki dan perempuan,
STAIN/IAIN dan Non STAIN/IAIN, madrasah dan non Madrasah, pendidkan keagamaan
dan non keagamaan, demikian seterusnya, pandangan ini berlanjut pada cara
memandang aspek kehidupan dunia dan akherat. Kehidupan jasmani dan rohani
sehingga pendidikan Islam hanya dietakkan pada kehidupan akherat saja atau
kehidupan rohani saja. Oleh kerena itu pengembangannya (PAI) hanya berkisar
pada aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, pendidikan
(agama) Islam hanya berkutat mengurusi persoalan ritual dan priritual,
sementara kehidupan sosial ekonomi politik, ilmu pengetahuan, teknologi dan
lainya dianggap sebagai bidang duniawi yang menjadi bidang garap pendidikan
umum. Istilah pendidikan agama dan pendidakan umum sebenarnya muncul dari
paradigma formisme tersebut.
Kedua;
paradigma mekanisme, paradigma ini memandang kehidupan terdiri atas berbagai
aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat
nilai kehidupan, yang terdiri atas nilai agama, nilai individu, nilai sosial,
nila politik, nilai ekonomi, nilai rasional dan sebagainya.sebagai impliksinya,
pengembangan pendidikan Islam tersebut bergantung pada kemauan, kemampuan, dan
political-will dari para pembinaya dan sekalius pimpinan dari lembaga tersebut.
Terutama dlam membangun kerjasama dengan mata pelajaran/kuliah lain. Hubungan
antara pendidikan agama dengan beberapa metapelajaran dapat bersifat horisontal
lateral (Indipendent), lateral-sekuensial, atau bahkan vertikal linear.
Ketiga
paradigma organisme, paradigma ini memandang bahwa Islam adalah kesatuan atau
sebagai sistem (yang terdiri atas berbagai komponen) yang berusaha
mengembangkan pandangan/semangat hidup (weltanschanauung) Islam, yang dima
nifestasikan pada sikap hidup dan keterampilan hidup yang Islami.melalui upaya
ini maka sistem pendidikan Islam diharapkan dapat diintegrasikan nilai-nilai
Ilmu pengetahuan, ilmu agama dan etik, serta mampu melahirkan manusia-manusia
yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memilki pematangan profesional,
dan sekaligus hidup dalam nilai-nilai agama.
Dari
ketiga paradigma diatas, berkembang pemahaman ditengah masyarakat yang
cengderung lebih memilih lembaga pendidikan umum dari pada lembaga Islam, karena
pertimbangan kualitas lembaga Islam yang setingkat dibawah lembaga pendidikan
umum, hal ini perlu di sikapi dengan positif dengan semangat memajukan lembaga
pendidikan agama Islam.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada
umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah
”untuk beribadah kepada Allah SWT” Kalau dalam sistem pendidikan nasional,
pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus lebih
dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk
mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha
mengembangkan manusia menjadi Imam atau pemimpin bagi orang beriman dan
bertaqwa (waj’alna li al-muttaqina imaama) .
Untuk
memahami profil imam atau pemimpin bagi orang yang bertaqwa, maka kita perlu
mengkaji makna takwa itu sendiri. Inti dari makna takwa ada dua macam yaitu; itba’
syariatillah (mengikuti ajaran Allah yang tertuang dalam al-qur’an dan
Hadits) dan sekaligus itiba’ sunnatullah (mengikuti aturan-aturan
Allah, yang berlalu di alam ini), orang yang itiba’ sunnatullah
adalah orang-orang yang memiliki keluasan ilmu dan kematangan profesionalisme
sesuai dengan bidang keahliannya. Imam bagi orang-orang yang bertaqwa, artinya
disamping dia sebagai orang yang memiki profil sebagai itba’ syaria’tillah
sekaligus itba’ sunnahtilah, juga mampu menjadi pemimpin, penggerak,
pendorong, inovator dan teladang bagi orang-orang yang bertaqwa
Menyadari
bahwa pendidikan, sebagaimana dinyatakan oleh salah seorang ahli pendidikan,
Christoper J. Lucas, seperti dikutip oleh Steeinbrink adalah sebagai basis
penyimpanan kekuatan yang luar biasa. Yakni memiliki akses ke seluruh aspek
kehidupan, memberi informasi yang paling berharga mengenai pegangan hidup di
masa depan serta membantu generasi dalam mempersiapkan kebutuhan esensialnya
dalam menghadapi perubahan, maka ke depan reorientasi pendidikan Islam perlu
diarahkan pada pemberian ruang gerak yang seluas-luasnya pada fungsi esensial
dari pendidikan . Dengan demikian lembaga pendidikan Islam tidak sekedar
mendapatkan pengakuan peran kualitatif, melainkan yang lebih penting lagi
adalah untuk merebut pengakuan kualitatif dari masyarakat atau pemerintah
Ini
memang merupakan suatu pekerjaan yang besar yang perlu mendapat dukungan dari
segenap unsur dan kelompok baik dari penyelenggara maupun pemikir pendidikan.
Akan tetapi apapun perubahan yang ingin diraih, kebijakan-kebijakan dalam
pengembangan pendidikan Islam perlu mengakomodasi tiga kepentingan , yaitu:
Pertama,
kebijakan itu harus memberi ruang tumbuh bagi aspirasi umat Islam, yakni menjadikan
lembaga pendidikan Islam sebagai wahana untuk membina ruh atau praktek hidup
yang Islami.
Kedua,
kebijakan yang ditempuh harus lebih memperjelas dan memperkukuh keberadaan
Lembaga Pendidikan Islam sebagai ajang pembinaan masyarakat sehingga mampu
melahirkan generasi yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian serta produktif
sederajat dengan sistem sekolah. Ini dimaksudkan agar Lembaga Pendidikan Islam
sanggup mengantarkan peserta didik menguasai dasar-dasar pengetahuan secara
memadai, baik dalam bidang bahasa, matematika, fisika, kimia, biologi, ilmu
pengetahuan sosial dan pengetahuan kewarganegaraan serta sebagai tempat
pengemblengan diri untuk menumbuhkan kreativitas seni, mengembangkan
keterampilan dan etos kerja.
Ketiga,
kebijakan yang dijalankan hendaknya harus bisa dan mampu merespon
tuntutan-tuntutan masa depan. Untuk itu Lembaga Pendidikan Islam seyogyanya
diarahkan untuk melahirkan sumber daya manusia memiliki kesiapan memasuki era
globalisasi, era industrialisasi dan era informasi. Serta menjadi tumpuan dalam
memperbaiki bangsa ini.
Penulis adalah
Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Azhaar Lubuklinggau dan kandidat
Doktor Pendidikan Islam pada Sekolah Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun
Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar